Sabtu, 23 Februari 2013
Rabu, 20 Februari 2013
Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap VOC pada abad 18
A. Perlawanan sebelum tahun 1800
Ditandai dengan perang/perlawanan langsung
terhadap kekuasaan bangsa barat, dan juga
ditandai dengan persaingan antara kerajaan
– kerajaan Nusantara dalam memperebutkan
hegemoni di kawasan tersebut.
Dalam persaingan tersebut kerajaan –
kerajaan di Nusantara sering melibatkan
bangsa barat untuk membantu mengalahkan
pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan
kegagalan dalam mengusir bangsa – bangsa
barat dari nusantara.
Bentuk – bentuk perlawanan rakyat
Indonesia :
1. Perlawanan Rakyat Maluku
Upaya rakyat Ternate yang dipimpin Sultan
Hairun maupun Sultan Baabulah(1575), sejak
kedatangan bangsa Portugis pada 1512 tidak
berhasil, penyebabnya adalah tidak ada kerja
sama antara kerajaan Ternate, Tidore, dan
Nuku. Kekuatan Portugis hanya dapat diusir
oleh kekuatan bangsa Belanda yang lebih kuat.
2. Perlawanan Rakyat Demak
Perlawanan ini dipimpin oleh Adipati Unus
terhadap Portugis di Malaka. Serangan
pasukan Adipati Unus dilakukan dua kali (1512
& 1513) mengalami kegagalan. Pada saat yang
sama, penguasa kerajaan Pajajaran melakukan
kerja sama dengan Portugis, setelah mendapat
ancaman dari kekuatan Islam di pesisir utara
pulau Jawa, yaitu Cirebon dan Banten.
3. Pelawanan Rakyat Mataram
Sultan Agung yang memiliki cita – cita
mempersatukan pulau Jawa, berusaha
mengalahkan VOC di Batavia. Penyerangan
yang dilakukan pada 1628 & 1629 mengalami
kegagalan, karena selain persiapan pasukannya
yang belum matang, juga tidak mampu
membuat blok perlawanan bersama kerajaan
lainnya.
4. Perlawanan Rakyat Banten
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat
putranya yang bergelar Sultan Haji sebagai
Sultan Banten, Belanda ikut campur dalam
urusan Banten dengan mendekati Sultan Haji.
Sultan Agung yang sangat anti VOC, segera
menarik kembali tahta putranya. Putranya
yang tidak terima, segera meminta bantuan
VOC di Batavia untuk membantu
mengembalikan tahtanya, akhirnya dengan
bantuan VOC, dia memperoleh tahtanya
kembali dengan imbalan menyerahkan sebagian
wilayah Banten kepada VOC.
5. Perlawanan Rakyat Makasar
Konflik antara Sultan Hasanuddin dari Makasar
dan Arupalaka dari Bone, memberi jalan bagi
Belanda untuk menguasai kerajaan –
kerajaan Sulawesi tersebut. Untuk
memperkuat kedudukannya di Sulawesi, Sultan
Hasanuddin menduduki Sumbawa, sehingga
jalur perdagangan Nusantara bagian timur
dapat dikuasai. Hal ini dianggap oleh Belanda
sebagai penghalang dalam perdagangan.
Pertempuran antara Sultan Hasnuddin dengan
Belanda yang dipimpin Cornelis Speelman
selalu dapat dihalau pasukan Sultan
Hasanuddin. Lalu Belanda meminta bantuan
Arupalaka yang menyebabkan Makasar jatuh
ke tangan Belanda, dan Sultan Hasanuddin
harus menandatangani perjanjian Bongaya
pada 1667, yang berisi :
a. Sultan Hasanuddin harus memberikan
kebebasan kepada VOC berdagang di Makasar
dan Maluku.
b. VOC memegang monopoli perdagangan di
Indonesia bagian timur, dengan pusat Makasar.
c. Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan
diduduki Sultan Hasanuddin dikembalikan
kepada Arupalaka, dan dia diangkat menjadi
Raja Bone.
6. Pemberontakan Untung Surapati (1686 –
1706)
Untung Surapati bersekutu dengan Sunan
Amangkurat II untuk melawan VOC. Untuk
meredam pemberontakan Untung Surapati, VOC
mengutus Kapten Tack ke Mataram, namun
gagal. Sunan Amangkurat II berterima kasih
kepada Untung Surapati dengan memberikan
daerah Pasuruan dan menetapkannya menjadi
Bupati di sana dengan gelar Adipati
Wiranegara. Pada 1803 Sunan Amangkurat II
meninggal dan digantikan oleh putranya yang
bergelar Sunan Amangkurat III, pamannya yang
bernama Pangeran Puger menginginkan tahta
raja di Mataram. Dia kemudian bersekutu
dengan VOC, dan kemudian membuat perjanjian
dengan VOC, dengan menyerahkan sebagian
wilayah kekuasaan Mataram. Pada 1705
Pangeran Puger dinobatkan menjadi Sunan
Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwana I,
setelah itu dimulailah peperangan antara
Sunan Pakubuwana I dengan Untung Surapati
yang dibantu Sunan Amangkurat III. Pada 1706,
VOC berhasil melumpuhkan Untung Surapati di
Kartasura.
Ditandai dengan perang/perlawanan langsung
terhadap kekuasaan bangsa barat, dan juga
ditandai dengan persaingan antara kerajaan
– kerajaan Nusantara dalam memperebutkan
hegemoni di kawasan tersebut.
Dalam persaingan tersebut kerajaan –
kerajaan di Nusantara sering melibatkan
bangsa barat untuk membantu mengalahkan
pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan
kegagalan dalam mengusir bangsa – bangsa
barat dari nusantara.
Bentuk – bentuk perlawanan rakyat
Indonesia :
1. Perlawanan Rakyat Maluku
Upaya rakyat Ternate yang dipimpin Sultan
Hairun maupun Sultan Baabulah(1575), sejak
kedatangan bangsa Portugis pada 1512 tidak
berhasil, penyebabnya adalah tidak ada kerja
sama antara kerajaan Ternate, Tidore, dan
Nuku. Kekuatan Portugis hanya dapat diusir
oleh kekuatan bangsa Belanda yang lebih kuat.
2. Perlawanan Rakyat Demak
Perlawanan ini dipimpin oleh Adipati Unus
terhadap Portugis di Malaka. Serangan
pasukan Adipati Unus dilakukan dua kali (1512
& 1513) mengalami kegagalan. Pada saat yang
sama, penguasa kerajaan Pajajaran melakukan
kerja sama dengan Portugis, setelah mendapat
ancaman dari kekuatan Islam di pesisir utara
pulau Jawa, yaitu Cirebon dan Banten.
3. Pelawanan Rakyat Mataram
Sultan Agung yang memiliki cita – cita
mempersatukan pulau Jawa, berusaha
mengalahkan VOC di Batavia. Penyerangan
yang dilakukan pada 1628 & 1629 mengalami
kegagalan, karena selain persiapan pasukannya
yang belum matang, juga tidak mampu
membuat blok perlawanan bersama kerajaan
lainnya.
4. Perlawanan Rakyat Banten
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat
putranya yang bergelar Sultan Haji sebagai
Sultan Banten, Belanda ikut campur dalam
urusan Banten dengan mendekati Sultan Haji.
Sultan Agung yang sangat anti VOC, segera
menarik kembali tahta putranya. Putranya
yang tidak terima, segera meminta bantuan
VOC di Batavia untuk membantu
mengembalikan tahtanya, akhirnya dengan
bantuan VOC, dia memperoleh tahtanya
kembali dengan imbalan menyerahkan sebagian
wilayah Banten kepada VOC.
5. Perlawanan Rakyat Makasar
Konflik antara Sultan Hasanuddin dari Makasar
dan Arupalaka dari Bone, memberi jalan bagi
Belanda untuk menguasai kerajaan –
kerajaan Sulawesi tersebut. Untuk
memperkuat kedudukannya di Sulawesi, Sultan
Hasanuddin menduduki Sumbawa, sehingga
jalur perdagangan Nusantara bagian timur
dapat dikuasai. Hal ini dianggap oleh Belanda
sebagai penghalang dalam perdagangan.
Pertempuran antara Sultan Hasnuddin dengan
Belanda yang dipimpin Cornelis Speelman
selalu dapat dihalau pasukan Sultan
Hasanuddin. Lalu Belanda meminta bantuan
Arupalaka yang menyebabkan Makasar jatuh
ke tangan Belanda, dan Sultan Hasanuddin
harus menandatangani perjanjian Bongaya
pada 1667, yang berisi :
a. Sultan Hasanuddin harus memberikan
kebebasan kepada VOC berdagang di Makasar
dan Maluku.
b. VOC memegang monopoli perdagangan di
Indonesia bagian timur, dengan pusat Makasar.
c. Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan
diduduki Sultan Hasanuddin dikembalikan
kepada Arupalaka, dan dia diangkat menjadi
Raja Bone.
6. Pemberontakan Untung Surapati (1686 –
1706)
Untung Surapati bersekutu dengan Sunan
Amangkurat II untuk melawan VOC. Untuk
meredam pemberontakan Untung Surapati, VOC
mengutus Kapten Tack ke Mataram, namun
gagal. Sunan Amangkurat II berterima kasih
kepada Untung Surapati dengan memberikan
daerah Pasuruan dan menetapkannya menjadi
Bupati di sana dengan gelar Adipati
Wiranegara. Pada 1803 Sunan Amangkurat II
meninggal dan digantikan oleh putranya yang
bergelar Sunan Amangkurat III, pamannya yang
bernama Pangeran Puger menginginkan tahta
raja di Mataram. Dia kemudian bersekutu
dengan VOC, dan kemudian membuat perjanjian
dengan VOC, dengan menyerahkan sebagian
wilayah kekuasaan Mataram. Pada 1705
Pangeran Puger dinobatkan menjadi Sunan
Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwana I,
setelah itu dimulailah peperangan antara
Sunan Pakubuwana I dengan Untung Surapati
yang dibantu Sunan Amangkurat III. Pada 1706,
VOC berhasil melumpuhkan Untung Surapati di
Kartasura.
Kebijakan Thomas Stamford Raffles
Tugas IPS : Kebijakan Raffles di Indonesia
KEBIJAKAN – KEBIJAKAN INGGRIS DI
INDONESIA
Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur
Jawa pada tahun 1811 dan dipromosikan
sebagai Gubernur Sumatra tidak lama
kemudian, ketika Inggris mengambil alih
jajahan-jajahan Belanda ketika Belanda
diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari
Perancis. Ketika menjabat sebagai penguasa
Hindia-Belanda, Raffles mengusahakan
banyak hal: beliau mengintroduksi otonomi
terbatas, menghentikan perdagangan budak,
mereformasi sistem pertanahan pemerintah
kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna
Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan
kuno seperti Candi Borobudur dan Candi
Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal
lainnya. Ia belajar sendiri bahasa Melayu dan
meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu
yang mengilhami pencariannya akan
Borobudur. Hasil penelitiannya di pulau Jawa
ia tuliskan pada sebuah buku berjudulkan
History of Java, yang menceritakan
mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam
melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh
asistennya yaitu James Crawfurd dan
Kolonel Colin Mackenzie.
Istri Raffles, Olivia Marianne, wafat pada
tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan
dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat
yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di
Kebun Raya Bogor dibangun monumen
peringatan untuk mengenang kematian sang
isteri.
Kebijakan-kebijakan Raffles di bidang
tertentu adalah:
Bidang birokrasi dan pemerintahan
Langkah-langkah Raffles pada bidang
pemerintahan adalah:
• Membagi Pulau Jawa menjadi 16
keresidenan (sistem keresidenan ini
berlangsung sampai tahun 1964
• Mengubah sistem pemerintahan yang
semula dilakukan oleh penguasa pribumi
menjadi sistem pemerintahan kolonial yang
bercorak Barat)
• Bupati-bupati atau penguasa-penguasa
pribumi dilepaskan kedudukannya yang
mereka peroleh secara turun-temurun
• Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan
Bidang ekonomi dan keuangan
Petani diberikan kebebasan untuk menanam
tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya
berkewajiban membuat pasar untuk
merangsang petani menanam tanaman ekspor
yang paling menguntungkan. Penghapusan
pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem
penyerahan wajib (verplichte leverantie)
yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.
Menetapkan sistem sewa tanah (landrent)
yang berdasarkan anggapan pemerintah
kolonial. Pemungutan pajak secara
perorangan.
Bidang hukum
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles
lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh
Daendels. Karena Daendels berorientasi pada
warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi
pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan
penegak hukum pada masa Raffles sebagai
berikut:
• Court of Justice, terdapat pada setiap
residen
• Court of Request, terdapat pada setiap
divisi
• Police of Magistrate
Bidang sosial
Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)
Penghapusan perbudakan, tetapi dalam
praktiknya ia melanggar undang-undangnya
sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis
perbudakan. Peniadaan pynbank (disakiti),
yaitu hukuman yang sangat kejam dengan
melawan harimau.
Bidang Ilmu Pengetahuan
• Ditulisnya buku berjudul History of Java
di London pada tahun 1817 dan dibagi dua
jilid
• Ditulisnya buku berjudul History of the
East Indian Archipelago di Eidenburg pada
tahun 1820 dan dibagi tiga jilid
• Raffles juga aktif mendukung Bataviaach
Genootschap, sebuah perkumpulan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan
• Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
• Dirintisnya Kebun Raya Bogor
• Memindahkan Prasasti Airlangga ke
Calcutta, India sehingga diberi nama Prasasti
Calcutta
Dari kebijakan ini, salah satu pembaruan
kecil yang diperkenalkannya di wilayah
kolonial Belanda adalah mengubah sistem
mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah
kiri, yang berlaku hingga saat ini.
Pada tahun 1815 Raffles kembali ke Inggris
setelah Jawa dikembalikan ke Belanda
setelah Perang Napoleon selesai. Pada 1817
ia menulis dan menerbitkan buku History of
Java, yang melukiskan sejarah pulau itu
sejak zaman kuno.
KEBIJAKAN – KEBIJAKAN INGGRIS DI
INDONESIA
Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur
Jawa pada tahun 1811 dan dipromosikan
sebagai Gubernur Sumatra tidak lama
kemudian, ketika Inggris mengambil alih
jajahan-jajahan Belanda ketika Belanda
diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari
Perancis. Ketika menjabat sebagai penguasa
Hindia-Belanda, Raffles mengusahakan
banyak hal: beliau mengintroduksi otonomi
terbatas, menghentikan perdagangan budak,
mereformasi sistem pertanahan pemerintah
kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna
Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan
kuno seperti Candi Borobudur dan Candi
Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal
lainnya. Ia belajar sendiri bahasa Melayu dan
meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu
yang mengilhami pencariannya akan
Borobudur. Hasil penelitiannya di pulau Jawa
ia tuliskan pada sebuah buku berjudulkan
History of Java, yang menceritakan
mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam
melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh
asistennya yaitu James Crawfurd dan
Kolonel Colin Mackenzie.
Istri Raffles, Olivia Marianne, wafat pada
tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan
dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat
yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di
Kebun Raya Bogor dibangun monumen
peringatan untuk mengenang kematian sang
isteri.
Kebijakan-kebijakan Raffles di bidang
tertentu adalah:
Bidang birokrasi dan pemerintahan
Langkah-langkah Raffles pada bidang
pemerintahan adalah:
• Membagi Pulau Jawa menjadi 16
keresidenan (sistem keresidenan ini
berlangsung sampai tahun 1964
• Mengubah sistem pemerintahan yang
semula dilakukan oleh penguasa pribumi
menjadi sistem pemerintahan kolonial yang
bercorak Barat)
• Bupati-bupati atau penguasa-penguasa
pribumi dilepaskan kedudukannya yang
mereka peroleh secara turun-temurun
• Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan
Bidang ekonomi dan keuangan
Petani diberikan kebebasan untuk menanam
tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya
berkewajiban membuat pasar untuk
merangsang petani menanam tanaman ekspor
yang paling menguntungkan. Penghapusan
pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem
penyerahan wajib (verplichte leverantie)
yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.
Menetapkan sistem sewa tanah (landrent)
yang berdasarkan anggapan pemerintah
kolonial. Pemungutan pajak secara
perorangan.
Bidang hukum
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles
lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh
Daendels. Karena Daendels berorientasi pada
warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi
pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan
penegak hukum pada masa Raffles sebagai
berikut:
• Court of Justice, terdapat pada setiap
residen
• Court of Request, terdapat pada setiap
divisi
• Police of Magistrate
Bidang sosial
Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)
Penghapusan perbudakan, tetapi dalam
praktiknya ia melanggar undang-undangnya
sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis
perbudakan. Peniadaan pynbank (disakiti),
yaitu hukuman yang sangat kejam dengan
melawan harimau.
Bidang Ilmu Pengetahuan
• Ditulisnya buku berjudul History of Java
di London pada tahun 1817 dan dibagi dua
jilid
• Ditulisnya buku berjudul History of the
East Indian Archipelago di Eidenburg pada
tahun 1820 dan dibagi tiga jilid
• Raffles juga aktif mendukung Bataviaach
Genootschap, sebuah perkumpulan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan
• Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
• Dirintisnya Kebun Raya Bogor
• Memindahkan Prasasti Airlangga ke
Calcutta, India sehingga diberi nama Prasasti
Calcutta
Dari kebijakan ini, salah satu pembaruan
kecil yang diperkenalkannya di wilayah
kolonial Belanda adalah mengubah sistem
mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah
kiri, yang berlaku hingga saat ini.
Pada tahun 1815 Raffles kembali ke Inggris
setelah Jawa dikembalikan ke Belanda
setelah Perang Napoleon selesai. Pada 1817
ia menulis dan menerbitkan buku History of
Java, yang melukiskan sejarah pulau itu
sejak zaman kuno.
Langganan:
Postingan (Atom)